Mohon Tunggu
Kami sedang menyiapkan yang Anda perlukan
Kami sedang menyiapkan yang Anda perlukan
Tips and TrickMengelola Keuangan
26 Maret 2025109Pembaca
Bagikan :
Analisis rasio keuangan merupakan hal fundamental yang tidak boleh diabaikan untuk mengetahui kesehatan finansial suatu perusahaan atau entitas bisnis.
Mulai dari likuiditas hingga profitabilitas, rasio-rasio keuangan ini memberikan wawasan mendalam tentang seberapa baik perusahaan beroperasi dan mengelola asetnya. Tak hanya itu, rasio keuangan juga biasanya menjadi data penting yang diperhitungkan oleh investor maupun calon investor.
Itulah kenapa rasio keuangan penting untuk dipahami oleh manajemen perusahaan. Lantas, apa itu rasio keuangan dan apa saja jenisnya?
Rasio keuangan adalah salah satu alat analisis keuangan yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja finansial suatu perusahaan atau entitas bisnis.
Lebih jelasnya, tujuan rasio keuangan yaitu untuk membantu pemangku kepentingan, seperti pemilik bisnis, investor, dan kreditur memahami seberapa baik perusahaan beroperasi, mengelola aset, dan mencapai tujuan keuangannya.
Rasio keuangan dihitung berdasarkan sejumlah data penting dalam laporan keuangan seperti neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas.
Melalui analisis rasio keuangan ini, maka bisa didapat berbagai informasi penting mengenai aspek-aspek kinerja finansial perusahaan, seperti likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, dan sebagainya.
Dengan begitu, para pemangku kepentingan dapat membuat keputusan yang lebih baik dan tepat terkait investasi, pinjaman, maupun strategi bisnis ke depannya berdasarkan informasi tersebut.
Baca Juga: Apa itu Dompet Digital? Ini Kelebihan dan Kekurangannya
Sumber: Pexels.com
Terdapat 5 jenis rasio keuangan yang umum digunakan untuk menganalisis keuangan, yaitu likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, aktivitas, dan investasi. Di mana masing-masing jenis rasio keuangan tersebut dibagi lagi ke dalam berbagai jenis berbeda.
Untuk lebih memahaminya, Anda bisa menyimak pembahasan selengkapnya berikut ini.
Rasio likuiditas adalah salah satu jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya, dengan menggunakan aset likuid atau aset yang mudah dikonversi menjadi uang tunai.
Jenis rasio ini memberikan gambaran tentang sejauh mana perusahaan mampu untuk membayar utang dan kewajiban jangka pendeknya dalam jangka waktu tertentu tanpa mengganggu operasional bisnisnya.
Rasio likuiditas umumnya dibagi menjadi tiga rasio utama, yaitu:
Rasio profitabilitas adalah jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (keuntungan) terhadap pendapatan atau aset yang dimiliki.
Dengan kata lain, rasio ini memberikan informasi tentang seberapa efisien perusahaan dalam mengelola kegiatan operasionalnya dan menghasilkan keuntungan dari aktivitas bisnisnya tersebut.
Adapun beberapa jenis rasio profitabilitas yang umum digunakan, yaitu:
Rasio solvabilitas adalah jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka panjangnya, terutama utang-utang yang jatuh tempo dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
Pada praktiknya, analisis rasio solvabilitas dapat memberikan gambaran tentang sejauh mana perusahaan memiliki kekuatan finansial dan likuiditas yang cukup untuk menutupi semua kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.
Beberapa jenis rasio solvabilitas yang umum digunakan, yaitu:
Rasio aktivitas atau dikenal juga sebagai rasio efisiensi adalah jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien suatu perusahaan dalam mengelola asetnya dan menghasilkan pendapatan dari aktivitas operasionalnya.
Dengan kata lain, rasio ini dapat membantu Anda dalam mengevaluasi produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset-asetnya untuk mencapai tujuan keuangan.
Adapun beberapa jenis rasio aktivitas yang umum digunakan, yaitu:
Rasio investasi adalah jenis rasio keuangan yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan potensi investasi suatu perusahaan.
Rasio ini dapat memberikan informasi penting mengenai kemampuan perusahaan menghasilkan pengembalian (return) terhadap investasi yang dilakukan oleh pemegang saham atau investor.
Dengan menganalisis rasio ini, maka pemangku kepentingan dapat membandingkan kinerja perusahaan dengan pesaing dalam industri yang sama dan menentukan pengambilan keputusan investasi yang lebih baik.
Sumber: Nuvest.net
Berdasarkan pembahasan di atas, masing-masing jenis rasio keuangan tersebut memiliki beberapa jenis rasio lagi yang umum digunakan untuk mengevaluasi kinerja finansial perusahaan secara mendalam.
Tentunya, cara menghitung dan rumus yang digunakan oleh masing-masing jenis rasio tersebut berbeda satu sama lain, sehingga hal ini sering kali menjadi salah satu kebingungan banyak orang.
Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya mengenai rumus rasio keuangan dan cara menghitungnya sebagai berikut.
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Current Ratio = Aktiva Lancar / Utang Lancar x 100%
Semakin tinggi Current Ratio artinya semakin baik kemampuan perusahaan untuk memenuhi utang atau kewajiban jangka pendeknya. Namun, Rasio Lancar yang terlalu tinggi juga dapat mengindikasikan bahwa perusahaan mungkin tidak menggunakan asetnya secara efisien.
2. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Quick Ratio = Kas + Efek + Piutang / Utang Lancar x 100%
Perhitungan Quick Ratio lebih ketat dibandingkan Current Ratio karena hanya mempertimbangkan aset lancar yang paling likuid, yaitu kas, setara kas (investasi jangka pendek yang dapat dikonversi menjadi uang tunai secara cepat), dan piutang yang dapat segera dicairkan.
Semakin besar rasio ini, maka semakin baik. Meskipun begitu, walaupun angka rasionya tidak mencapai 100% tetapi dapat dikatakan sehat jika sudah mendekati angka tersebut.
3. Rasio Kas (Cash Ratio)
Cash Ratio = Kas + Efek / Utang Lancar
Semakin tinggi Cash Ratio, semakin baik kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan kas yang dimilikinya.
Namun, biasanya rasio ini memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan Rasio Cepat (Quick Ratio) atau Rasio Lancar (Current Ratio) karena hanya mempertimbangkan kas dan setara kas.
1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
Gross Profit Margin = Penjualan Neto - Cost of Good Sold (Harga Pokok Penjualan) / Penjualan Neto x 100%
Hasil dari Gross Profit Margin umumnya dinyatakan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi persentase ini, semakin besar laba kotor yang diperoleh perusahaan dari setiap pendapatan yang dihasilkan.
Ini menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengendalikan biaya produksi atau penjualan yang terkait dengan produk atau jasa mereka.
2. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)
Net Profit Margin = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) / Penjualan Neto x 100%
Sama seperti Margin Laba Kotor, semakin tinggi persentase Margin Laba Bersih yang dihasilkan maka artinya semakin besar pula laba bersih yang diperoleh perusahaan dari setiap pendapatan yang dihasilkan dari penjualan produk atau jasa.
3. Operating Income Ratio
Operating Income Ratio = Penjualan Neto - Cost of Good Sold (HPP) - Earnings Before Interest & Taxes (EBIT) / Penjualan Neto x 100%
Angka rasio yang lebih tinggi umumnya lebih baik, karena menggambarkan perusahaan efisien dalam operasionalnya dan pandai mengubah penjualan menjadi keuntungan.
Anda dapat menggunakan rasio ini untuk membandingkan pesaing di industri yang sama, namun tidak untuk industri yang berbeda.
4. Return on Assets (ROA)
ROA = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) / Total Aset x 100%
ROA yang lebih tinggi biasanya dianggap lebih baik, karena menunjukkan bahwa perusahaan lebih efisien dalam menghasilkan laba dari asetnya.
Namun, ROA juga memiliki beberapa batasan. Misalnya, perbandingan ROA antara industri yang berbeda bisa menjadi tidak adil karena karakteristik aset dan operasi bisnis yang berbeda.
Selain itu, ROA tidak mempertimbangkan faktor waktu dan risiko, sehingga bisa saja perusahaan memiliki ROA yang tinggi tetapi memiliki risiko yang lebih tinggi pula.
Oleh karena itu, penting untuk menggunakan ROA bersama dengan analisis yang lebih mendalam tentang kondisi keuangan dan operasional perusahaan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap tentang kinerja bisnis.
5. Return on Equity (ROE)
ROE = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) / Jumlah Equity x 100%
ROE yang tinggi biasanya dianggap sebagai tanda positif, karena menunjukkan bahwa perusahaan dapat menghasilkan pengembalian yang baik bagi pemegang sahamnya.
Namun, perlu diingat bahwa ROE yang tinggi juga dapat mencerminkan tingkat risiko yang lebih tinggi atau pemanfaatan utang yang agresif.
Interpretasi ROE juga harus mempertimbangkan konteks industri dan perusahaan tertentu. Perusahaan dengan karakteristik yang berbeda dapat memiliki ROE yang berbeda-beda, tergantung pada strategi bisnis mereka.
6. Return on Investment (ROI)
ROI = Laba Bersih Setelah Pajak (EAT) / Jumlah Aktiva x 100%
Semakin tinggi persentase ROI, semakin besar pengembalian atau keuntungan yang diperoleh dari investasi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
Penting untuk diingat bahwa ROI memiliki beberapa batasan. Rasio ini tidak mempertimbangkan faktor waktu, risiko, atau nilai waktu uang (time value of money), yang dapat memengaruhi nilai sebenarnya dari investasi dalam jangka panjang
1. Debt to Equity Ratio (DER)
DER = Total Kewajiban / Total Ekuitas Pemegang Saham x 100%
DER mengindikasikan sejauh mana perusahaan mengandalkan dana pinjaman (utang) dalam pembiayaan operasinya. Semakin tinggi DER, semakin besar tingkat utang perusahaan dalam hubungannya dengan ekuitasnya.
Tingkat utang ini tidak boleh melebihi modal perusahaan itu sendiri agar beban tetapnya tidak terlalu tinggi. Nilai maksimal atau batas aman dari rasio ini yaitu 200%.
2. Debt to Asset Ratio (DAR)
DAR = Total Kewajiban / Total Aktiva x 100%
Semakin tinggi persentase rasio ini, maka semakin besar proporsi utang perusahaan dalam hubungannya dengan total asetnya.
Hal ini dapat mengindikasikan tingkat risiko keuangan perusahaan, karena perusahaan dengan DAR yang tinggi memiliki tingkat utang yang signifikan dan mungkin memiliki beban bunga yang lebih besar.
Sebaliknya, angka rasio DAR yang rendah biasanya dianggap lebih aman karena menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat utang yang lebih rendah dalam hubungannya dengan asetnya.
1. Perputaran Piutang (Accounts Receivable Turnover)
Accounts Receivable Turnover = Penjualan / Piutang Rata-Rata x 100%
Angka rasio yang tinggi berarti perusahaan dapat dengan cepat mengkonversikan piutang menjadi uang tunai, yang biasanya dianggap lebih efisien.
Sebaliknya, jika rasio ini rendah, hal itu bisa menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi kesulitan dalam mengumpulkan uang dari pelanggan atau memiliki piutang yang tidak terkendali.
2. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Inventory Turnover = Penjualan / Persediaan x 100%
Semakin tinggi rasio ini, artinya semakin efisien perusahaan dalam mengelola persediaan dan mengkonversikannya menjadi pendapatan.
Rasio ini membantu dalam mengidentifikasi apakah perusahaan memiliki persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil.
Persediaan yang terlalu besar dapat menunjukkan bahwa perusahaan mengalami biaya penyimpanan yang tinggi dan memiliki risiko penyusutan atau keusangan barang yang lebih tinggi.
Sebaliknya, persediaan yang terlalu sedikit dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan dan menjual lebih banyak produk.
3. Perputaran Aktiva Total (Total Asset Turnover)
Total Asset Turnover = Penjualan / Total Aktiva x 100%
Perusahaan yang efisien dalam menghasilkan pendapatan dari asetnya cenderung memiliki rasio Total Asset Turnover yang tinggi. Meskipun begitu, rasio ini dapat bervariasi secara signifikan antara berbagai sektor industri dan tergantung pada karakteristik bisnis perusahaan.
Beberapa industri mungkin memiliki Total Asset Turnover yang lebih tinggi karena karakteristik operasional mereka, sementara yang lain mungkin memiliki rasio yang lebih rendah karena sifat aset yang lebih besar dan berharga.
4. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover)
Fixed Asset Turnover = Penjualan / Aktiva Tetap x 100%
Perusahaan yang efisien dalam menghasilkan pendapatan dari aset tetapnya cenderung memiliki rasio Fixed Asset Turnover yang tinggi.
Namun, sama seperti rasio Total Asset Turnover, interpretasi Fixed Asset Turnover dapat bervariasi secara signifikan pada berbagai sektor industri sehingga harus mempertimbangkan konteks industri dan perusahaan tertentu.
5. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)
Working Capital Turnover = Penjualan / (Aktiva Lancar - Utang Lancar) x 100%
Tidak jauh berbeda dengan jenis rasio aktivitas lainnya, angka rasio Working Capital Turnover yang tinggi juga diinterpretasikan bahwa perusahaan semakin efisien dalam menghasilkan pendapatan dari modal kerjanya.
Baca Juga: Pinjaman Online Limit Besar, Mudah dan Aman Hanya di ACC ONE!
Itulah pembahasan mengenai berbagai jenis rasio keuangan yang penting diketahui untuk mengevaluasi kesehatan finansial perusahaan atau bisnis.
Kemudian, mari pertimbangkan langkah berikutnya dalam mengelola aspek keuangan Anda. Apakah Anda perlu meningkatkan likuiditas perusahaan, pengembangan operasi bisnis, atau memiliki kebutuhan dana lainnya?
Inilah saatnya untuk Anda mempertimbangkan layanan Fasilitas Dana dari ACC ONE. Sebagai mitra yang dapat diandalkan, ACC ONE menawarkan solusi pinjaman dana untuk memenuhi kebutuhan modal bisnis Anda.
Dengan persyaratan yang transparan dan mudah, pengajuan dana bisa cair hanya dalam 1 hari jika pengajuan disetujui.
Tidak perlu khawatir soal keamanannya, karena Fasilitas Dana ACC telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Segera kunjungi situs ACC ONE sekarang untuk info selengkapnya!
"Astra Credit Companies (ACC) merupakan perusahaan pembiayaan yang memberikan solusi untuk kredit mobil baru, mobil bekas, truk, alat berat, dan fasilitas dana dengan syarat yang mudah, proses cepat dan aman. Gunakan simulasi kredit mobil untuk menghitung jumlah angsuran. Segera hubungi ACC di 1500599 dan #WujudkanImpian Anda sekarang juga!"
#keuangan
#finansial
#digital
Berita Lainnya
Lihat semua